TUGAS SOFTSKILL

Senin, 27 Januari 2020

-Banjir terhadap ekonomi nasional

PENGAMAT ekonomi senior Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan banjir yang dua hari ini menimpa wilayah Jakarta dan sekitarnya berdampak pada terganggunya ekonomi domestik.

Dampak ekonomi ini terutama terasa di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek). Bencana banjir juga turut berdampak pada ekonomi nasional secara tidak langsung.

“Banjir ini dampak ekonominya yang terkena langsung adalah Jabodetabek. Tapi yang terkena dampak bisa secara nasional. Barang-barang yang terhambat pengirimannya bisa di mana-mana,” ujar Piter kepada Media Indonesia, Kamis (2/1).

Piter menjelaskan semua sektor ekonomi terdampak oleh adanya peristiwa banjir ini. Adapun untuk sektor yang paling terganggu aktivitasnya adalah sektor-sektor yang proses produksinya terkena langsung oleh banjir. Termasuk di dalamnya sektor ritel yang terpaksa tidak bisa beroperasi selama banjir terjadi ini. Bahkan outlet-nya mengalami kerusakan akibat banjir.

Sementara itu, bentuk kerugian yang diakibatkan banjir bagi pelaku usaha sangat beragam. Sebut saja untuk perusahaan yang pabriknya kebanjiran berpotensi memunculkan kerugian berupa bahan baku dan kerusakan pada produk-produknya. Pengusaha ini pun mengalami kerugian berupa waktu, karena tidak bisa melakukan kegiatan produksi sementara biaya-biaya produksi tetap jalan.

“Produksi juga bisa terhenti karena listrik yang dimatikan PLN karena banjir ini. Mereka juga mungkin tidak bisa mengirim barang karena akses jalan tertutup,” papar Piter.

Adapun untuk perusahaan yang pabriknya tidak terkena langsung air banjir tetap mengalami kerugian. Di antaranya karena adanya sejumlah pegawai yang tidak masuk ke kantor karena akses menuju kantor terbatas. Implikasinya kekurangan pegawai yang masuk ke pabrik sehingga perusahaan tidak optimal dalam melakukan produksi.

Menurut Piter, dalam mengantisipasi curah hujan tinggi yang diperkirakan masih akan berlanjut ini dengan meminimalkan kerugian. Pasalnya bencana banjir ini membuat pemerintah dan pelaku usaha tidak bisa banyak melakukan penyelesaian dalam jangka waktu pendek. Pelaku usaha diminta untuk tetap mengusahakan agar proses produksi, penjualan dan pengiriman tetap bisa dilakukan di tengah cuaca yang ekstrem ini.

“Pemerintah harus memahami hal ini dengan membantu infrastruktur yang dibutuhkan oleh dunia usaha,” sarannya.

-Permasalahan minyak dari iran aksi balas dendam terhadap amerika serikat

Iran melaksanakan aksi balas dendam terhadap Amerika Serikat (AS) dengan menyerang pangkalan militer AS yang berada di Irak pada Rabu (8/1) pagi. Sebelumnya, Jumat pekan lalu, AS melakukan serangan militer yang menewaskan pemimpin militer Iran, Jenderal Qasem Soleimani.

Konflik AS-Iran yang kian meruncing ini membawa harga minyak dunia melesat. Hari ini hingga pukul 12.29 WIB harga minyak west texas intermediate (WTI) naik 1,32% ke US$ 63,53 per barrel.

Bahkan, harga minyak WTI sempat melonjak 4,7% ke US$ 65,65 per barrel dari harga penutupan kemarin pada US$ 62,70 per barrel. Harga minyak acuan AS ini kembali menyentuh level tertinggi sejak April 2019.

Kepala Riset MNC Sekuritas Thendra Crisnanda memproyeksi, apabila perang ini terus berlanjut, maka dapat mendorong harga minyak dunia ke level US$ 70-US$ 80 per barrel.

"Peningkatan harga minyak yang signifikan tentunya berdampak negatif bagi Indonesia, yakni melebarnya neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). CAD yang melebar dapat mendorong potensi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS," ungkap dia saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/1).

Thendra memprediksi, apabila harga minyak dunia dapat mencapai level US$ 70-US$ 80 per barrel, maka nilai tukar rupiah dapat melemah ke Rp 14.200 - Rp 14.500 terhadap dolar AS. Per 12.30 WIB tadi, nilai tukar rupiah masih berada di level Rp 13.929 per dollar AS.

Ia juga melihat, bursa saham Indonesia akan terkena dampak negatif atas peningkatan tensi geopolitik AS-Iran berupa koreksi wajar yang dapat terjadi. "Hampir keseluruhan sektor akan dirugikan karena penurunan daya beli dan peningkatan biaya bahan bakar," kata dia.